Oleh: Dhiya Urahman
(Mahasiswa Komunikasi & Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry)
Di Indonesia salah satu kota yang dikenal sebagai kota kreatif adalah kota Bandung, kota ini juga disebut dengan kota kembang yang memiliki segudang karya-karya kreatif luar biasa. Seperti halnya warga Dago Pojok, salah satu kampung yang ada di Bandung. Warga kampung ini dikenal sebagai masyarakat yang kreatif dan memiliki segudang karya seni.
Pemukiman ini merupakan kampung kreatif yang pertama di kota Bandung. Hal tersebut diperkuat dengan apresiasi dari Wali Kota Bandung Ridwan Kamil atau Kang Emil yang mengunjungi sekaligus mengapresiasi kampung kreatif Dago Pojok pada Minggu 21 Mei 2017.
Kampung kreatif tersebut diinisiatori oleh Ahmad Jabaril yang memulai pemetaan tahun 2003-2009 kemudian launching tahun 2011. Kampung kreatif Dago Pojok berada tepat di RT 2 RW 3, rasa cinta warga
terhadap hal-hal yang berbau seni dan kreasi tampak pada dinding-dinding gang,
yang dihiasi dengan lukisan-lukisan dan hasil sentuh tangan warga itu sendiri.
Mempertahankan Nilai Leluhur
Kampung Dago Pojok dikenal dengan kampung yang kreatif, bahkan
sebagian masyarakat menganggap warga Dago Pojok sudah mandiri, terutama segi ekonomi dan pendidikan. Publikasi yang baik yang diterbitkan di media, membuat pengunjung tertarik datang yang tidak hanya dari penduduk Indonesia, kampung ini juga sudah dikunjungi oleh plancong dari luar negeri.
Selain itu, kampung ini juga terkenal dengan kampung dengan
masyarakat yang kreatif di bidang kesenian, dan mempertahankan nilai-nilai
leluhurnya. Dalam pemukiman ini terdapat beberapa kreasi seni yang membuat Anda
tertarik untuk mencobanya, seperti; seni kolase, membatik, sablon, kriya,
puzzle, dan wayang golek.
Setsiap tahunnya, kampung ini setiap tahun mengadakan festival tahunan khas Jawa
Barat. Dalam festival biasanya akan ditampilkan beberapa kesenian seperti wayang
golek, jaipongan, celempungan, calung, kacapi-suling, tarawangsa, karinding,
reak, juga seni modern.
Jika dilihat dari segi perekonomian, kampung ini sudah diakui sebagai
kampung yang mandiri dan kreatif. Masyarakat sudah mampu melahirkan karya
seni hanya dengan menanamkan kemauan belajar.
Bagaimana dengan Kesehatan?
Beranjak dari hal kreatifitas, apakah warga kampung Dago Pojok memperhatikan segi kesehatan, baik itu lingkungan dan kondisi air di sekitar?
Sudut pandang kesehatan, yang berhasil penulis pantau ialah perhatiaan kampung ini masih memiliki
banyak sekali permasalahan, misalkan saja air bersih, baik itu air keperluan
mandi, cuci piring dan lain-lain.
Sebagian rumah warga sudah memiliki air yang bening, kemudian ada juga sebagiaan rumah warga belum mendapatkan air yang layak.
Sebagian rumah warga sudah memiliki air yang bening, kemudian ada juga sebagiaan rumah warga belum mendapatkan air yang layak.
Toilet di kampung Kreatif Dago Pojok masih belum layak pakai,
dilihat dari segi dinding toilet masih belum tertutup rapat. “Toilet di daerah
sini belum terealisasi” ujar Rahmat Jabaril, inisiator kampung Kreatif Dago
Pojok.
Kemudian, di beberapa sudut desa masih ada genangan air, air mandi
tidak bersih dan keadaan toilet yang belum terealisasikan. Genangan air yang
ada di sekitaran rumah warga akan menyebabkan nyamuk bersarang.
Dilansir dari lifestyle.kompas.com. Angka kematian akibat Demam
Berdarah (DBD) di Indonesia pada tahun 2014 mencapai sekitar 907 jiwa, dan tahun
2015 ditemukan 214 juta orang terinfeksi malaria dan 438.000 di antaranya
meninggal.
Secara keseluruhan kampung kreatif Dago Pojok sudah maju secara
ekonomi, pendidikan belajar gratis, dan ditambah pendidikan kreatif. Tetapi dari
segi kesehatan, mereka belum bisa terjamin, apakah masyarakat kampung ini tahu
bagaimana mendapatkan hak di puskesmas? Kemudian jika kita lihat dari segi sanitasi,
kondisi kamar mandi tidak layak dan air bersih yang belum terjamin
kebersihannya.
Efektivitas pelayanan kesehatan terhadap pasian sangat berpengaruh,
kenapa? Karena dengan pelayanan yang baik maka masyarakat akan tersentuh
emosionalnya supaya rutin berobat.
Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8
disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya,
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, dan edukasi
kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi tentang data
kesehatan dirinya.
Di Indonesia, pemerintah sudah memudahkan masyarakat untuk berobat dengan
menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kartu ini bisa dimiliki
oleh dua golongan yaitu :
Pertama. Peserta yang tergolong Penerima Bantuan Iuran (PBI) yaitu
fakir miskin dan tidak mampu dengan penetapan peserta sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Kedua. Peserta yang tergolong Bukan Penerima Bantuan (BPB) atau
dengan kata lain, peserta yang membayar iuran dengan presentase tertentu sesuai
di lembaga mana peserta bekerja atau dibayar seluruhnya secara pribadi.
Kesadaran Warga Dago Pojok
Sebagian warga di kampung ini sudah mempunyai kesadaran akan haknya
untuk berobat dengan kartu BPJS kesehatan. Bagi warga yang masih tergolong
miskin, sangat bersyukur dan sangat terbantu dari hal pengobatan gratis. Namun,
ada sebagian warga yang merasa sudah mampu sehingga tidak mau mengakses kartu
tersebut.
“Sebagian dari mereka adalah
orang-orang yang sudah memiliki ekonomi menengah ke atas, jadi mereka gengsi,”
kata Heru salah satu warga kampung kreatif Dago Pojok.
Bagi masyarakat yang tergolong dalam kategori tidak mampu, sangat
bersyukur adanya pelayanan BPJS sehingga sangat membantu mereka dalam hal
medis, “kadang-kadang obatnya seperti obat yang kita beli,” jelas Heru.
“Tapi kadang-kadang tidak ada obat, jadi dikasih resep untuk beli
di luar,” tambahnya.
Selain memudahkan masyarakat, ternyata ada hal yang membuat
masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan pihak puskesmas. Dari penyataan
yang dikeluarkan oleh salah seorang masyarakat kampung tersebut, ternyata pernah
kejadian stok obat habis, jadi masyarakat harus mengeluarkan uang untuk membeli
obat.
“Ya, kalau obat habis mah, harus beli kadang habis Rp. 200.000,”
ungkap Heru penduduk kampung kreatif Dago Pojok.
Kemudian saat saya mengajak berbincang Rahmat Jabaril seputar
kampung kreatif Dago Pojok. Ia mengungkapkan satu kasus yang tidak layak
dikerjakan, ada satu kasus yang aneh terkait dana raskin atau dana untuk
masyarakat miskin.
“kemaren ada kasus, salah satu RT mengajukan data orang miskin,
dalam data tersebut yang diajukan kebanyakan saudara-saudaranya yang punya
mobil, inilah, itulah,” jelasnya.
Membuat pelayanan kesehatan mandiri di kampung kreatif Dago Pojok
ini sangat bagus, jadi masyarakat luas melihat kampung ini, tidak hanya kreatif
di bidang pendidikan, ekonomi dan kesenian. Tetapi mereka juga kreatif di bidang
kesehatan. “Kita belum kepikiran kesitu, karena sudah ada ibu-ibu PKK, jadi
kita lebih konsen di wilayah kreativitas saja,” kata Rahmat Jabaril pendiri kampung
kreatif Dago Pojok.
“Kita juga tidak mau pemerintah merasa tersaingi,” ujar Rahmat.
Untuk target utama yang ideal ialah, kampung ini benar-benar
menjadi basis budaya, pendidikan dan perekonomian, jadi mereka menganggap
kampung ini seperti rumahnya sendiri.
Dulu inisiator kampung kreatif Dago Pojok pernah meriset ibu-ibu hamil yang meninggal. Menurut laporan
ada 10 orang yang meninggal dalam setahun. Penyebab mereka meninggal juga tidak
jauh kaitannya dengan transparansi dan pelayanan dari perawat setempat, pun termasuk
kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk pergi ke Puskesmas.
Jika hanya memikirkan ekonomi, tanpa memikirkan kesehatan maka
kegiatan perekenomian tidak akan bisa terjalankan. Kita berharap semoga
masyarakat mempunyai motivasi untuk menjaga kesehatan, lingkungan sekitar dan
gemar ke Puskesmas. Tidak hanya kampung Dago Pojok, tetapi kampung-kampung di seluruh
Indonesia yang sudah maju dan mandiri juga termasuk di dalamnya.
Ingatlah! Tertingal ataupun maju, masyarakat sama-sama mempunyai
hak untuk mengakses pelayanan kesehatan yang dibiayai oleh negara.
#AyoKePuskesmas
Karena masyarakat yang hebat adalah masyarakat yang sehat.
Bandung, Jawa Barat 09 November 2017
Penulis,
Dhiya Urahman
Penulis,
Dhiya Urahman
Mahasiswa Jurusan Komunikasi & Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Email; dhiyaurahman954@gmail.com
0 comments:
Post a Comment